Bontang Pos – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia mengingatkan bahwa kampus seharusnya tidak menjadi benteng bagi para koruptor. Dalam konteks ini, KPK menekankan bahwa kedeputian penindakan mereka telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Hal ini terlihat dari keyakinan hakim pada putusan peninjauan kembali (PK) terpidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H. Maming di Mahkamah Agung (MA).
Pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, menanggapi inisiatif Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) yang menggelar diskusi mengenai anotasi putusan hakim terkait Mardani H. Maming. Dalam diskusi tersebut, FH Unpad mengusulkan agar terpidana korupsi Mardani H. Maming dapat dibebaskan.
“KPK tetap meyakini bahwa kedeputian penindakan telah menjalankan prosedur hukum yang sesuai, dan ini tercermin dalam keyakinan hakim dalam putusannya,” kata Tessa di Jakarta, pada Sabtu (19/10). Namun, Tessa memilih untuk tidak berkomentar lebih lanjut mengenai diskusi yang digelar oleh Fakultas Hukum Unpad maupun kajian yang dibuat oleh akademisi terhadap perkara Mardani H. Maming.
Perkara Mardani H. Maming sendiri telah menarik perhatian publik setelah ia mengajukan PK secara diam-diam pada 6 Juni 2024. Sebelumnya, Mardani telah kalah dalam tiga kali proses hukum, dimulai dari pengadilan tingkat pertama yang menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara serta denda Rp500 juta. Dia terbukti menerima suap atas penerbitan SK Pengalihan IUP OP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari kepada PT Prolindo Cipta Nusantara saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.
Majelis hakim yang dipimpin oleh Hero Kuntjoro menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran ganti kerugian negara sebesar Rp110,6 miliar. Jika tidak mampu membayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang, atau diganti dengan 2 tahun penjara. Mardani merasa tidak puas dengan putusan tersebut, sehingga mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banjarmasin, yang malah menambah hukumannya menjadi 12 tahun.
Mardani kemudian mengajukan kasasi ke MA, yang menegaskan untuk menolak permohonan tersebut, dan tetap menghukumnya untuk membayar uang pengganti Rp110,6 miliar. Kasus ini terus berlanjut, dan meskipun dia telah berjuang di berbagai level pengadilan, upayanya untuk membatalkan hukuman melalui PK tetap menjadi sorotan.
Pengajuan PK oleh Mardani H. Maming di Mahkamah Agung terdaftar dengan nomor 1003 PK/Pid.Sus/2024 dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan oleh majelis hakim. Dalam perjalanan kasus ini, terdapat dugaan bahwa Hakim Ad Hoc Tipikor dan Hakim Agung terpengaruh untuk mengurangi masa hukuman yang dijatuhkan kepada Mardani.
KPK berharap bahwa kasus Mardani H. Maming ini tidak hanya menjadi pelajaran bagi para pelaku korupsi tetapi juga bagi lembaga pendidikan untuk terus menegakkan nilai-nilai integritas dan anti-korupsi. Penegasan KPK ini menunjukkan komitmennya untuk tidak hanya memberantas korupsi di tingkat pemerintahan tetapi juga untuk memastikan bahwa institusi pendidikan berperan aktif dalam memerangi praktik korupsi di semua level.