Bontang Pos – Kelompok perlawanan Hizbullah yang berbasis di Lebanon kembali meluncurkan serangkaian drone menuju Israel pada Sabtu pagi (19/10). Salah satu drone tersebut berhasil menghantam rumah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang terletak di kota tepi pantai Caesarea. Berita ini pertama kali dilaporkan oleh saluran televisi Arab Saudi, Al-Hadath, dan kemudian dikonfirmasi oleh berbagai sumber, termasuk Times of Israel.
Unggahan di media sosial menunjukkan gambar bangunan yang diduga merupakan bagian dari rumah Netanyahu, yang menjadi sasaran serangan drone tersebut. Meskipun serangan ini menyebabkan kerusakan pada bangunan, tidak ada laporan mengenai korban luka. Selain itu, masih belum jelas apakah Netanyahu dan keluarganya berada di rumah saat serangan terjadi.
Juru bicara kantor Perdana Menteri Israel mengonfirmasi bahwa serangan drone tersebut berasal dari Lebanon dan menyasar rumah pribadi Netanyahu. Dalam pernyataan resminya, juru bicara tersebut menyatakan bahwa Netanyahu dan istrinya, Sara, tidak berada di lokasi saat insiden berlangsung. Mereka juga menegaskan bahwa tidak ada korban yang dilaporkan akibat serangan ini.
Serangan drone ke rumah Netanyahu ini menjadi sorotan, mengingat situasi di Jalur Gaza yang semakin memanas. Netanyahu sendiri telah dituduh sebagai penjahat perang terkait operasi militer yang dilancarkan Israel di Gaza, yang dianggap sebagai tindakan genosida. Sejak awal konflik pada 7 Oktober 2023, angka kematian di pihak Palestina melonjak drastis, dengan sekitar 42.409 warga Palestina, termasuk banyak perempuan dan anak-anak, dilaporkan tewas akibat serangan militer Israel yang brutal.
Konflik yang berkepanjangan antara Israel dan kelompok perlawanan seperti Hizbullah serta kelompok lainnya di Palestina menunjukkan ketegangan yang semakin meningkat. Serangan drone ini tidak hanya menjadi aksi balasan, tetapi juga simbol dari kemampuan Hizbullah untuk menyerang target yang dianggap penting bagi pemerintah Israel.
Masyarakat internasional terus memantau perkembangan ini dengan seksama. Banyak yang menyoroti perlunya dialog untuk mencapai solusi damai, meskipun situasi di lapangan tampak semakin kompleks. Dalam beberapa minggu terakhir, berbagai serangan balasan dari kelompok-kelompok perlawanan telah meningkat, menandakan bahwa ketegangan di wilayah tersebut mungkin akan terus berlanjut.
Kedua belah pihak tampaknya bersikukuh dengan posisi masing-masing, dan tanpa adanya upaya yang nyata untuk meredakan situasi, potensi eskalasi kekerasan di wilayah tersebut menjadi semakin besar. Dengan serangan drone ke rumah Perdana Menteri Israel, Hizbullah mengirimkan pesan yang jelas bahwa mereka tidak akan mundur dalam perlawanan terhadap apa yang mereka anggap sebagai agresi Israel.
Sementara itu, di dalam negeri, Netanyahu menghadapi kritik yang meningkat terkait respons pemerintahnya terhadap krisis di Gaza. Tuduhan terhadapnya sebagai penjahat perang bukan hanya datang dari kelompok internasional, tetapi juga dari kalangan masyarakat dan politik di Israel sendiri. Sebagian kalangan menuntut pertanggungjawaban atas tindakan yang menyebabkan hilangnya banyak nyawa tak berdosa dan kehancuran infrastruktur di Gaza.
Dengan serangkaian insiden yang terus terjadi, situasi di Timur Tengah semakin tidak stabil. Serangan ini bisa jadi hanya salah satu dari banyak tindakan yang akan dilakukan oleh kelompok perlawanan dalam upaya untuk memperjuangkan apa yang mereka anggap hak mereka. Kedepannya, dunia akan terus menyaksikan apakah akan ada upaya baru untuk meredakan ketegangan yang berkepanjangan ini, atau justru sebaliknya, akan ada lebih banyak konflik dan serangan di masa depan.