Bontang Pos – Ratusan massa yang tergabung dalam Studi Demokrasi Rakyat (SDR) menggelar unjuk rasa di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis, 17 Oktober. Aksi ini dilakukan untuk mendesak KPK agar segera mengusut tuntas skandal demurrage atau denda impor beras yang bernilai Rp 294,5 miliar, yang menyeret Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi.
Direktur Eksekutif SDR, Hari Purwanto, menyatakan bahwa mereka hadir di lokasi unjuk rasa untuk menagih janji KPK dalam menindaklanjuti kasus tersebut. “Studi Demokrasi Rakyat (SDR) menagih janji KPK untuk mentersangkakan kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dalam dugaan korupsi demurrage atau denda impor beras,” ungkapnya di lokasi aksi.
Hari menjelaskan bahwa tujuan aksi tersebut adalah untuk mempertanyakan progres KPK terkait penanganan skandal demurrage yang telah dilaporkan SDR. Ia menekankan pentingnya tindak lanjut dari laporan yang sudah diterima oleh KPK. “Kehadiran kami di depan gedung KPK RI hari ini adalah untuk menagih janji KPK RI yang pernah disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika,” tambah Hari.
Dalam demonstrasi tersebut, para peserta juga berharap agar Presiden terpilih untuk periode 2024-2029, Prabowo Subianto, segera mengambil tindakan untuk mengganti Arief Prasetyo Adi dari posisinya sebagai Kepala Bapanas RI. Hal ini mencerminkan kekecewaan mereka terhadap kinerja Arief di tengah skandal yang melibatkan denda impor beras yang cukup besar.
Sebelumnya, KPK telah memastikan bahwa semua proses penanganan perkara, termasuk penyelidikan terkait skandal demurrage sebesar Rp 294,5 miliar, dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan. Laporan mengenai kasus ini pertama kali disampaikan oleh SDR pada tanggal 3 Juli 2024. KPK juga dilaporkan mulai memanggil sejumlah saksi dari Perum Bulog untuk dimintai keterangan mengenai kasus tersebut pada Rabu, 21 Agustus.
Dalam perkembangan yang sejalan dengan KPK, Kementerian Perindustrian mengungkapkan bahwa terdapat 1.600 kontainer berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Tanjung Perak, Surabaya. Nilai demurrage dari kontainer-kontainer tersebut mencapai Rp 294,5 miliar. Kemenperin mencatat bahwa jumlah tersebut merupakan bagian dari total 26.415 kontainer yang terjebak di dua pelabuhan tersebut.
Data mengenai keberadaan 1.600 kontainer beras ilegal ini diperoleh melalui informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Di dalam ribuan kontainer yang tertahan, terdapat beras yang belum diketahui legalitasnya. Hal ini menambah kompleksitas kasus skandal demurrage yang sedang ditangani oleh KPK.
Aksi unjuk rasa oleh SDR ini merupakan bagian dari upaya masyarakat untuk mendorong penegakan hukum dan transparansi dalam proses pengadaan beras serta menangani isu korupsi di Indonesia. Publik berharap agar KPK segera menindaklanjuti laporan tersebut dan mengambil tindakan yang tegas terhadap pelaku korupsi, agar keadilan dapat ditegakkan dan kasus ini tidak tenggelam begitu saja.
Kegiatan ini diharapkan bisa memberikan sinyal kepada lembaga penegak hukum agar lebih serius dalam menangani kasus-kasus korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Dengan begitu, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum dapat kembali pulih.