Bontang Pos – Polda Bali baru-baru ini mengungkap komplotan penjualan kartu SIM card ilegal dan kode One Time Password (OTP) yang telah beroperasi sejak tahun 2022. Dari praktik jahat ini, mereka berhasil meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah. Sebanyak 12 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Para tersangka yang ditangkap antara lain DBS (21), GVS (26), MAM (19), FM (18), YOB (23), TP (22), ARP (18), IKBM (22), RDSS (22), DP (30), IWSW (21), dan DJS (21). Dalam penangkapan ini, petugas juga berhasil menyita ratusan ribu kartu perdana dari dua perusahaan provider ternama. Di samping itu, terdapat enam orang lainnya yang saat ini masih dalam daftar pencarian orang (DPO) dan merupakan karyawan dari komplotan tersebut.
Lokasi Penangkapan
Penangkapan dilakukan di dua lokasi berbeda. Lokasi pertama berada di Jalan Sakura, Denpasar, dan lokasi kedua di Jalan Gatot Subroto, Perumahan Taman Tegeh Sari, Denpasar. Penangkapan di Jalan Sakura berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas sekelompok pemuda di sebuah rumah. Ketika polisi melakukan penggerebekan, mereka menemukan puluhan modem dan laptop yang digunakan untuk registrasi kartu perdana secara ilegal.
Modus Operandi Pelaku
Para pelaku menggunakan identitas orang lain yang diperoleh secara ilegal untuk melakukan registrasi kartu perdana. Data tersebut diambil dari salah satu situs di dark web. Setelah kartu terdaftar, mereka menyimpan ratusan kartu aktif di rumah yang terletak di Kompleks Taman Tegeh Sari. Rumah ini berfungsi sebagai tempat penampungan sebelum kartu-kartu tersebut dijual melalui aplikasi.
Menurut informasi yang diperoleh, modus operandi komplotan ini melibatkan penggunaan data pribadi milik orang lain untuk memperoleh kode OTP yang kemudian dijual kepada pembeli. Ternyata, bisnis ilegal ini dikendalikan oleh seseorang berinisial DBS, yang sebelumnya dikenal sebagai penjual handphone. DBS memulai usahanya dengan menjual kartu perdana yang telah teregister.
Investasi dalam Peralatan
Melihat kesuksesan awal, DBS berinvestasi pada modem dan saat ini memiliki sekitar 160 unit. Dengan perangkat tersebut, mereka mampu memproduksi hingga 3.000 SIM card setiap harinya. Untuk memperoleh Nomor Induk Kependudukan (NIK), DBS mengaku membeli data di dark web dengan harga Rp25 juta, yang memberikan akses kepada 300 ribu NIK dan Kartu Keluarga (KK).
Dalam satu hari, komplotan ini dapat memproduksi 3.000 kartu perdana ilegal, yang dijual dengan harga Rp5.000 per kartu. Dengan estimasi omzet yang mencapai ratusan juta rupiah per bulan, mereka tidak melakukan pembukuan yang rapi. Uang yang diperoleh digunakan untuk operasional, membayar gaji karyawan, listrik, serta membeli peralatan dan kartu baru untuk produksi.
Tindak Pidana yang Dikenakan
Para tersangka diancam dengan Pasal 65 ayat (3) dan Pasal 67 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, yang dapat menghukum mereka dengan pidana penjara maksimal 5 tahun. Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang ITE, yang dapat berujung pada ancaman pidana penjara hingga 8 tahun.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menunjukkan betapa seriusnya masalah penjualan kartu SIM ilegal serta penggunaan data pribadi tanpa izin. Pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan untuk menangkap anggota komplotan yang masih buron dan memperingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap penyalahgunaan data pribadi.