Tiga bangunan mangkrak terlihat mencolok di tengah hamparan luas lahan yang ditanami singkong. Meskipun tidak ada penghuni, ketiga bangunan ini masih tampak kokoh dengan kondisi mencapai sekitar 60 hingga 80 persen. Salah satu bangunan tersebut merupakan gedung yang direncanakan untuk menjadi kantor Pemerintah Provinsi Lampung. Dua bangunan lainnya terdiri dari gedung DPRD dan sebuah masjid agung.
Ketiga bangunan ini adalah bagian dari pengembangan kawasan Kota Baru yang terletak di Jatiagung, Kabupaten Lampung Selatan. Rencana pembangunan kawasan ini dimaksudkan untuk menjadi pusat pemerintahan baru yang akan menggantikan lokasi pemerintahan yang saat ini masih terpusat di Bandarlampung, ibu kota provinsi.
Proyek pembangunan Kota Baru ini dimulai pada tahun 2010 dengan harapan untuk menciptakan pusat pemerintahan yang lebih modern dan efisien. Namun, setelah empat tahun berjalan, pembangunan terhenti pada tahun 2014 tanpa ada kejelasan mengenai kelanjutan proyek tersebut. Kini, sudah sepuluh tahun berlalu tanpa adanya perubahan yang berarti pada kawasan ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, tanah di sekitar bangunan dan akses jalan tertutup oleh lahan singkong yang dikelola oleh warga setempat, yang berusaha mencari nafkah di tengah ketidakpastian pembangunan. Bangunan-bangunan yang dulunya menjadi harapan kini hanya menjadi kenangan akan sebuah rencana besar yang tidak terwujud.
Melihat kondisi ini, Penjabat Gubernur Lampung, Samsudin, memiliki niat untuk menghidupkan kembali kawasan tersebut guna mengurangi beban ekonomi dan sosial yang mulai menumpuk di Bandarlampung. Dalam upaya merevitalisasi kawasan ini, Pemerintah Provinsi Lampung telah melakukan serangkaian langkah, termasuk menyelenggarakan upacara peringatan HUT Ke-79 RI di bundaran Kota Baru pada Agustus 2024. Pj Gubernur juga telah mulai berkantor di sekitar wilayah tersebut sebagai langkah nyata dalam mengembalikan fungsi kawasan itu.
Semangat untuk memulai kembali proyek ini juga terinspirasi oleh pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara di Kalimantan Timur, yang prosesnya sudah dimulai dan direncanakan berlangsung secara bertahap dalam beberapa tahun ke depan. Pemindahan ibu kota ini diharapkan bisa menjadi stimulus bagi pengembangan daerah-daerah lain, termasuk Lampung.
Namun, proses pembangunan Kota Baru tidak berjalan mulus. Mandeknya proyek ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah keterbatasan anggaran dan pergantian kepemimpinan di Lampung yang terjadi lebih dari satu dekade lalu. Saat ini, tantangan utama yang dihadapi adalah melakukan pembersihan kembali lahan yang tertutup, menarik investor untuk pembiayaan proyek, serta memastikan komitmen politik dari pemimpin Lampung di masa depan.
Meskipun banyak tantangan, Pj. Gubernur optimis bahwa pembangunan kawasan ini akan memberikan manfaat ekonomi dan sosial dalam jangka panjang. Kawasan Kota Baru berlokasi strategis, dekat dengan area pergudangan, perdagangan, dan institusi pendidikan tinggi, sehingga memiliki potensi untuk menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Rencananya, proyek pembangunan Kota Baru akan diajukan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk mempercepat implementasi pembangunan. Kawasan Kota Baru yang direncanakan seluas 1.308 hektare ini akan dibagi menjadi beberapa zona, termasuk pusat pemerintahan seluas 434,73 hektare, pusat kota seluas 155,11 hektare, dan koridor pendidikan seluas 200,5 hektare.
Selain itu, area perumahan seluas 263,17 hektare direncanakan akan menyediakan tempat tinggal bagi 8.000 kepala keluarga, dengan masing-masing rumah memiliki luas 120 meter persegi. Pusat Kota Baru juga akan memiliki area komersial seluas 125,61 hektare yang menggabungkan konsep hunian dan perdagangan. Tidak ketinggalan, taman hutan seluas 128,88 hektare dirancang sebagai ruang terbuka hijau untuk kegiatan konservasi dan rekreasi masyarakat.
Dengan berbagai rencana ini, diharapkan kawasan Kota Baru akan kembali bangkit dan memenuhi tujuan awal sebagai pusat pemerintahan yang modern dan efisien bagi masyarakat Lampung.